Fimela.com, Jakarta Banyak orang memulai diet dengan harapan hasil cepat berat badan turun dalam hitungan minggu, tubuh tampak lebih ideal, dan rasa percaya diri pun meningkat. Sayangnya, semangat ini sering berujung pada pola makan ekstrem yang sulit dipertahankan. Berat badan mungkin memang turun, tetapi tak lama kemudian kembali naik, bahkan lebih tinggi dari sebelumnya. Inilah yang dikenal sebagai diet yo-yo, siklus penurunan dan kenaikan berat badan yang berulang akibat metode diet yang tidak seimbang dan tidak berkelanjutan.
Diet yo-yo bukan hanya soal naik-turunnya angka di timbangan. Di balik perubahan fisik tersebut, tubuh menghadapi tantangan serius yang sering kali tak terlihat. Dilansir dari sumber intermountainhealthcare.org, ketika berat badan turun drastis, tubuh merespons dengan memperlambat metabolisme, mengurangi massa otot, dan mengganggu keseimbangan hormon yang mengatur rasa lapar dan kenyang. Seiring waktu, kondisi ini membuat tubuh semakin sulit diajak bekerja sama dalam menjaga berat badan ideal, bahkan meski pola makan sudah diperbaiki.
Melalui artikel ini, kita akan menelusuri lebih jauh tentang apa itu diet yo-yo, mengapa siklus ini berbahaya bagi tubuh dengan memahami dampaknya, anda bisa mulai membangun pola makan yang lebih realistis dan konsisten bukan hanya untuk menurunkan berat badan, tapi juga untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh dalam jangka panjang
Metabolisme menurun
Salah satu dampak paling nyata dari diet yo-yo adalah melambatnya kerja metabolisme. Ketika tubuh mengalami penurunan berat badan secara drastis, sistem metabolik akan menyesuaikan dengan mengurangi pembakaran energi untuk bertahan. Akibatnya, metabolisme menjadi lebih lambat. Saat berat badan kembali naik, metabolisme yang melemah ini tidak langsung kembali normal, sehingga tubuh cenderung menyimpan lebih banyak lemak. Pola ini membuat proses menurunkan dan menjaga berat badan semakin sulit dan tidak stabil dari waktu ke waktu.
Kehilangan massa otot
Salah satu dampak yang sering tak disadari dari diet yo-yo adalah berkurangnya massa otot. Penurunan berat badan yang terlalu cepat tak hanya mengikis lemak, tetapi juga merusak jaringan otot yang penting untuk menjaga metabolisme tetap optimal. Ketika berat badan kembali naik, yang biasanya bertambah adalah lemak, bukan otot yang hilang sebelumnya. Hal ini menyebabkan komposisi tubuh menjadi kurang ideal dan kemampuan tubuh membakar kalori ikut menurun, sehingga proses penurunan berat badan di kemudian hari menjadi semakin menantang.
Berat badan lebih sulit dikendalikan
Ketika tubuh terus-menerus mengalami siklus diet yo-yo, kemampuan untuk mempertahankan berat badan ideal menjadi semakin lemah. Penurunan berat badan yang drastis diikuti kenaikan kembali membuat tubuh bereaksi dengan menyimpan lebih banyak lemak sebagai bentuk perlindungan terhadap kekurangan energi di masa lalu. Lama-kelamaan, mekanisme ini membuat berat badan lebih sulit dikontrol, bahkan saat pola makan sudah mulai seimbang. Akibatnya, proses menurunkan berat badan jadi terasa lambat dan tidak efektif, sementara godaan untuk kembali ke kebiasaan makan yang kurang sehat pun semakin besar.
Ketidakseimbangan hormon
Diet yo-yo bisa menyebabkan gangguan pada sistem hormonal yang mengatur rasa lapar dan kenyang, khususnya hormon leptin dan ghrelin. Saat berat badan turun secara drastis, produksi leptin yang memberi sinyal kenyang menurun, sementara ghrelin yang merangsang rasa lapar justru meningkat. Ketidakseimbangan ini membuat tubuh lebih mudah merasa lapar dan sulit mengendalikan asupan makanan. Jika terus berulang, tubuh jadi tidak lagi peka terhadap sinyal alami tersebut, sehingga pola makan terganggu dan berat badan makin sulit dikontrol.